“INDONESIA! Kini mencatat sejarah baru. Melangkah, untuk lebih maju. Mengangkat derajat bangsanya dimata dunia.

Dengan semangat para petani kecil yang membara. Dan tekad memerangi kemiskinan serta pembantaian hutan. Disertai dukungan dan dedikasi penuh dari pemerintah.

Kini Indonesia boleh berbangga hati. Indonesia telah berhasil melangkah. Melewati krisis pangan yang melanda dunia. Menciptakan tonggak sejarah baru bagi bangsanya. Berswasembada melalui pangan. Prestasi langka di kalangan negara-negara berkembang.

Selamat buat Indonesia tercinta!”

Deretan kalimat diatas saya temukan kemarin. Pada halaman 34, majalah Tempo.
Saya amat sedih membacanya. Sebab iklan membanggakan itu, ternyata dimuat tatkala usia saya belum genap 1 tahun. Tempo, menerbitkannya bersama Matan Advertising, pada edisi 17, Mei 1986. Artinya, iklan tersebut merupakan saksi sejarah, prestasi hebat bangsa ini pada 25 tahun silam.

Dan kesedihan saya kian menjadi, karena pada tahun ini, Indonesia justeru akan mengimpor beras sebesar 1.75 juta ton, sekaligus menjadikan bangsa ini sebagai negara pengimpor beras terbesar ke dua di dunia.

Posisi Indonesia hanya satu tingkat dibawah Nigeria, salah satu negara rawan pangan di Afrika sana. Perkiraan ini dibuat oleh Kementrian Pertanian Amerika Serikat.

Sungguh, ini “pretasi” yang memprihatinkan sekaligus aneh.

Karena di saat bersamaan, Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Timur (mungkin juga di Daerah lain) terus berharap pemerintah lebih mengutamakan produk domestik untuk pemenuhan stok pangan 2011 dan memprioritaskan nasib para petani.

“Beras mahal petani tetap miskin. Beras murah tambah parah!!”(curhat seorang petani, mumet).

Pertanyaan kita, kapan Indonesia ber-swasembada pangan lagi. Atau sudah tak mungkin?!.

Tapi kita adalah negara agraris. Tanah kita luas dan subur. Petani kita banyak. Harusnya, bukan hal yang sulit bagi pemerintah saat ini untuk mengulang prestasi serupa, seperti pencapaian kita 25 tahun lalu. Paling tidak, kita tak mengimpor beras lagi.

Pemerintah harus sadar, pangan adalah kebutuhan dasar. Apalagi beras. Ini masalah perut. Orang-orang (termasuk saya) tak bisa disuruh menunggu untuk kebutuhan yang satu ini.

Catatan Kecil; hari ini saya belum makan nasi, apakah harga beras dipasar sudah turun?

7 Komentar

  1. sungguh tak pantas indonesia mengimpor beras, karena akan memiskinkan petani...

    BalasHapus
  2. astagfirullah. yah mari kita berdoa yang terbaik saja untuk Indonesia ☺

    BalasHapus
  3. Itulah Indonesia, apa pun bisa mungkin terjadi meski sebenarnya kaya sumber daya alam tetapi kekayaan itu belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat, malah negara lain yang menerima keuntungannya. Padahal itu sudah tercantum dalam pasal 33 UUD Negara RI.

    Salam persahabatan,
    HALAMAN PUTIH

    BalasHapus
  4. itulah yang menjadi PR pemerintah di masa ini. Memang (maaf) Indonesia ini negeri yang "ANEH" bin ajaib, byk SDA tapi tetap parah begini. Ya..smg keadaan ini cepat membaik.

    salam keanla. Thanks buat kunjungannya

    BalasHapus
  5. semoga indonesia makin dirusak oleh pemimpinya,hanya itu doa ku

    BalasHapus
  6. Link dengan anchor bang Aan la ude dipasang, tq

    BalasHapus
  7. wah eneh juga do'a dari si Parema.

    Sebalai@;ia bang terimakasih.

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama