MEDIA massa memang bukan tanpa cela. Kegelisahan terhadap praktek media massa sudah banyak dimunculkan. Pekan lalu misalnya, kita dihebohkan oleh SEKKAB Dipo Alam yang menuding beberapa media sebagai penghasut. Selalu menjelek-jelekkan pemerintah.
Sementara itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), menyebut tayangan infotainment dan berita kriminal di stasiun TV, sebetulnya juga banyak dikeluhkan oleh masyarakat.
Di satu sisi, media massa memang pilar demokrasi. Namun pada saat bersamaan, media massa juga menjadi agen yang amat berperan dalam imitasi perilaku sosial, termasuk kriminalitas.
Hal ini juga di akui oleh Tb Ronny Nitibaskara (2008), yang mengatakan bahwa, media massa terutama televisi sangat berperan dalam imitasi perilaku kejahatan, termasuk mutilasi.
Sebetulnya, telaah tentang pengaruh media massa bagi perilaku sosial adalah kajian lama. Riset Albert Bandura (1977) menemukan bahwa, televisi mendorong peniruan perilaku sosial, bahkan pada tahap akhir mampu menciptakan realitas.
Sayangnya, dalam konteks Indonesia, debat tentang tema ini berlangsung tanpa refleksi berarti bagi media massa, terutama televisi.(BERSAMBUNG...)
Maklumat; Tulisan di atas, merupakan bagian pertama dari kritik saya terhadap etika media massa. Berhubung artikelnya sangat panjang, jadi dengan sangat menyesal, saya posting menjadi 3 bagian. Semoga tidak basi, karena kasus Dipo Alam vs MetroTv dan Media Indonesia juga masih berlangsung.
>> Foto; diambil dari Hileud
Tags
Serba Serbi
Setuju Sob... Sebenarnya sih,, saya lebih tidak suka karena tidak berimbangnya nara sumber yang ada. Antara pro dan kontra lebih memihak pada satu pihak...
BalasHapusAyo Latihan Kardio Untuk Membakar Lemak
Saya belum ikutan mas, siapa tahu kita nge-blog juga akan seperti itu, kita terlalu berat sebelah dan tidak berimbang
BalasHapusdilema juga sebenernya, coz klo TV di miliki orang politik beritanya juga ga seimbang,, :D kelihatan sekali bener2 memihak dan memojokkan pihak laen.. :D
BalasHapustipis batas antara kebebasan dan kesewenang-wenangan. kebebasan yang tanpa batas namanya kesewenang-wenangan. so, media mesti dibatasi kebebasanya supaya tidak seweang-wenang...
BalasHapusperlu introspeksi dari masing2 pihak agar tidak terjadi saling tuding atau saling menyalahkan.
BalasHapusTerimakaih atas tanggapan dan sanggahan sodara-sodara. Sambungan artikel ini dapat sodara baca pada tulisan saya,Wilayah etika media
BalasHapusy mau gimana lagi kalao g mau lihat y g usah punya tipi hehehe..
BalasHapusPosting Komentar