Berada di tengah laut selat Sunda, gunung anak Krakatau bukanlah objek wisata biasa. Fungsinya yang paling utama tentu saja sebagai cagar alam.

Sebuah gunung berapi yang lahir dan masih terus tumbuh dari dalam lautan. Bukankah ini fenomena yang teramat langka di dunia ini.

Itulah bekal yang saya simpan dalam hati sebelum beranjak untuk pertama kali-nya menginjakkan kaki di sana, Agustus, 2016 lalu.

Untuk mengenangnya, saya sematkan video pendek dari sahabat seperjalanan @mamanisss berikut ini.

Dengan lanskap alamnya yang cantik, gunung anak Krakatau menyimpan banyak keistimewaaan bagi para wisatawan.

Saya terpukau pemandangan alamnya yang mempesona, deru angin dan terik mentari diatasnya dan ketakjuban yang muncul oleh kepulauan dan lautan biru di seantero kawasan.

Inilah satu-satunya gunung yang pernah saya daki sepanjang 31 tahun perjalanan hidup ini. Miris. Tapi kini saya tertantang untuk mendaki gunung-gunung lainnya. Semoga. 

Meski perjalan menuju keanak Krakatau tak mulus, justru disitulah banyak kenangan menjadi lebih membekas. Terasa semakin bermakna. Manis.

Untuk sampai ke gunung anak krakatau, saya beserta teman-teman seperjalanan harus belayar sekitar 5 jam. Digoyang ombak ditengah luatan tanpa jaket pelampung. Perut mual menghirup asap dari mesin motor kapal kayu.

Berjalan kaki dengan perut lapar. Mendaki dengan bekal air putih seadanya. Menggendong tas besar karena salah kostum. Bermandikan keringat karena disengat teriknya matahari dengan kepala tanpa topi.

Tapi begitu sampai di atas gunung ini, rasanya sepadan dengan perjuangan yang harus saya lewati sebelumnya.

Segenap lelah, lapar dan dahaga terasa sirna ditelan keelokan dan keindahan pemandangan-nya.

Sungguh istimewa; dari sadel gunung anak Krakatau, saya bisa melihat sebuah anak gunung aktif sekaligus pemandangan laut biru di kejauhan dan pulau-pulau yang eksotis.

Meski baru pertama kali ke Lampung, tulisan ini adalah episode ke sekian kalinya di blog ini yang mengulik harta karun terpendam di bumi Sumatra itu. Beberapa diantaranya silahkan cek arsip saja ya..

Jadi saya persingkat saja.

Itulah sepotong kenangan dari cerita perjalanan manis mendaki gunung anak Krakatau, Lampung. Saya senang dan menyimpannya di dalam hati, ipad, laptop, smartphone dan sebagian lagi dalam bentuk posting di blog pribadi ini. 

Saya percaya alih-alih membosankan, semakin lama kenangan ini akan terasa semakin manis.

Saya merasa sangat perlu menyimpan rekam jejak perjalanan. Bahkan tidak hanya tentang traveling. Setidaknya untuk saya kenang sendiri dan ceritakan pada anak cucu nanti.

6 Komentar

  1. Jadi, umurnya 31 tahun ya? :D
    Memang manis banget kenangan naik Gunung Anak Krakatau ini. Sampe2, saya baca ini berasa sedang menenggak madu. Lupa sakit, lupa ngantuk, lupa belum makan haha

    Foto paling bawah itu kayak anak kuliahan nyasar ke gunung. Eh atau kayak pendaki salah kostum *lirik ransel

    BalasHapus
  2. Perjalanan yang manis untuk dikenang :)

    BalasHapus
  3. iya mbak, ini sungguh perjalanan yang sangat mengesankan. Teman2 seperjalanannya itu loh yg bikin tambah seru

    BalasHapus
  4. Hahaha...nyolong ntah foto siapa tuh kak. Pool salah kostum. Padahal umur udah kepala masuk kepala 3

    BalasHapus
  5. Akhirnya ketemu jg dengan mas hari di lampung.. Gmana lampung mas, bikin kangen gak.. hehehe

    BalasHapus
  6. Iya mas, pakai bangett kangennya. Semoga bisa bersua lg dilain kesempata. Mampir juga ke Babel mas

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama